Sunday, 18 January 2015

Keutamaan Ilmu

Keutamaan Seseorang ketika Menuntut Ilmu

            Ilmu memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Sebagai muslim, kita harus terus menuntut ilmu tanpa mengenal lelah karena banyak keutamaan yang akan kita raih di dalamnya. Ilmu juga bisa menjadi pahala yang tak terputus bila bermanfaat bagi orang lain. Berikut adalah bagaimana Al-Qur’an dan Al-Hadis memandang ilmu ;

Al-Qur’anul Karim Surah Al-Alaq ayat 1-5


Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan (1)
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2)
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia (3)
Yang mengajar (manusia) dengan pena (4)
Dia mengajari manusia apa yang tidak diketahuinya (5)”

Surah Al-‘Alaq ayat 1-5 ini merupakan firman Allah SWT yang diturunkan pertama kali. Perintah yang terkandung di dalamnya adalah iqra’ (membaca). Maka, yang dapat kita simpulkan dari ayat ini adalah kita harus sering membaca dan mencari samudera ilmu pengetahuan di alam.

Al-Qur’anul Karim Surah Al-Mujadilah ayat 11

Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, berdirilah kamu, maka berdirilah. Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.”


Ayat ini menjelaskan tentang keutamaan orang beriman dan berilmu, dengan diangkat oleh Allah SWT beberapa derajat. Sudah tentu, orang yang beriman dan memiliki ilmu pengetahuan akan dihormati oleh orang lain, diberi kepercayaan untuk mengelola dan mengendalikan apa saja yang ada dalam kehidupan ini. Ini artinya tingkatan orang yang beriman dan berilmu lebih tinggi daripada orang yang tidak berilmu.

Hadits Riwayat Ibnu Majah / 220

“Menuntut ilmu wajib atas setiap muslim"
( H.R. Ibnu Majah/220 )


Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah ini menjelaskan bahwa kewajiban seorang muslim selama dia hidup di dunia adalah menuntut ilmu. Hal ini juga menegaskan bahwa apabila seorang muslim selama hidupnya tidak menuntut ilmu, maka ia akan berdosa.

Hadits Riwayat Baihaqi


“Tuntutlah ilmu walau sampai Cina” ( H.R. Baihaqi )

Perintah mencari ilmu pada hadis ini adalah kita harus tetap menuntut ilmu walaupun ilmu yang akan kita cari berada di negeri yang jauh ( negeri lain ).

Hadits Riwayat Dailami

“Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat” ( H.R. Dailami )

Hadis ini mengisyaratkan kepada kita bahwa kita harus terus menuntut ilmu, mulai dari kecil hingga kita meninggal dunia.


Hadits Riwayat Ahmad

“Barangsiapa menginginkan dunia maka capailah dengan ilmu, Barangsiapa menginginkan akhirat maka capailah dengan ilmu dan Barangsiapa menginginkan keduanya maka capailah dengan ilmu” ( H.R. Ahmad )

Dari hadis ini, dapat kita simpulkan bahwa dengan menuntut ilmu kita dapat meraih kebahagiaan dunia, kebahagiaan akhirat ataupun keduanya.

Hadits Riwayat Thabrani

“Orang yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju ke surga” ( H.R. Thabrani )

Dalam hadis ini dijelaskan, keutamaan orang yang menuntut ilmu tidak lain baginya adalah Allah mudahkan jalannya menuju surga.

Hadits Riwayat Abu Na’im

“Tuntutlah ilmu dan belajarlah bersikap tenang dan sabar serta hormatilah gurumu”
( H.R. Abu Na’im )

Hadis ini menegaskan pada kita, bahwa selama mencari ilmu kita harus sabar dan tenang. Apabila kita mendapat kesulitan dalam mencari ilmu, maka kita harus tetap berusaha dengan sabar agar dapat menemukan solusinya. Kemudian, hadis ini juga menegaskan bahwa kita harus menghormati guru yang mengajari kita. Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, yang menebar lentera pengetahuan tanpa kenal lelah.

Itulah pandangan Al-Qur’an dan Al-Hadits terhadap seseorang yang menuntut ilmu. Apabila kita sudah terlanjur membicarakan hal tersebut, maka kurang lengkap jika kita tidak membicarakan pula tentang sejarah ilmu pengetahuan Islam dan ilmuwan terkenal di dalamnya. Berikut adalah pembahasannya ;

Islam telah menorehkan tinta emas bersejarah, yang mampu mengukir pengetahuan hingga dikenal dari masa ke masa, zaman ke zaman dan abad ke abad. Hal itu akan membuat kita berdecak kagum, sehingga dapat memotivasi semangat kita untuk terus berkarya.

1. Perkembangan Filsafat
            Kata filsafat atau falsafah dalam bahasa Arab berasal dari kata philosophia yang berarti cinta
     kepada pengetahuan atau cinta kepada kebijaksanaan.
            Filsafat masuk ke dalam Islam melalui Yunani yang dijumpai kaum muslimin abad ke-8 M di
     Suriah, Mesopotamia, Persia dan Mesir. Kebudayaan dan filsafat Yunani masuk ke wilayah itu
     melalui ekspansi Iskandar Agung abad 4 M di sebelah timur Sungai Tigris. Iskandar Agung
     berusaha menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia, yang memunculkan pusatnya seperti
     Iskandariah di Mesir.
            Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pengaruh kebudayaan Yunani belum terlihat karena
     lebih memperhatikan kebudayaan Arab. Setelah Bani Abbasiyah berkuasa, pengaruh kebudayaan
     Yunani baru nampak. Hal itu disebabkan masuknya keluarga Barmak sebagai wazir. Barmak
     adalah keluarga Persia yang lama dipengaruhi kebudayaan Yunani.
            Di masa kepemimpinan Harun Ar-Rasyid, buku ilmu pengetahuan berbahasa Yunani mulai
     diterjemahkan dalam bahasa Arab. Kegiatan ini semakin meningkat masa Khalifah Al-Ma’mun.
     Sebagian besar karangan Plato dan Aristoteles diterjemahkan ke bahasa Arab, sehingga kaum
     muslim dapat membacanya. Golongan yang sangat tertarik pada filsafat Yunani adalah Muktazilah.
            Penerjemahan buku itu juga memunculkan cendekiawan dan filsuf masyhur, seperti Al-Kindi
     (801-866 M) dan Al-Farabi (850-950 M).

2. Perkembangan Ilmu Kedokteran
            Ilmu kedokteran Islam lahir sebagai pembaruan ilmu kedokteran Yunani yang dirintis
     Hipokrates dan tradisi Galen dengan teori dan praktek bangsa Persia dan India. Penghubung paling
     penting tradisi kedokteran Islam dan tradisi sebelumnya adalah perguruan di Jundisapur ( Wilayah
     Iran ). Para dokter aliran Nestoria mengajar dan mempraktekkan kedokteran Yunani. Sementara itu,
     pengaruh kedokteran India mulai ada di Jundisapur.
            Pengaruh langsung pertama kedokteran Jundisapur terjadi tahun 865 M. Saat itu, Khalifah Abu
     Ja’far Al-Mansur meminta para dokter Jundisapur mengobatinya dari dyspepsia. Dokter Jirjis
     Bukhtyishuri dapat menyembuhkannya, sehingga Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur memindahkan
     pusat kedokteran Jundisapur ke Baghdad.
            Masa pemerintahan Bani Abbasiyah, rumah sakit menjadi pusat pengajaran ilmu kedokteran.
     Sementara, aspek teoritisnya dibahas di masjid atau madrasah. Banyak buku kedokteran
     Yunani, Persia dan India diterjemahkan dalam bahasa Arab.
             Kegiatan penerjemahan ilmu kedokteran dalam bahasa Arab menjadi awal munculnya tokoh
     kedokteran Islam. Banyak ilmuwan muslim menulis kitab kedokteran. Jika abad ke-8 dan ke-9 orang
     Islam masih menjadi murid, maka abad ke-10 hingga ke-11 mereka menjadi guru bagi orang Kristen
     dan Yahudi. Pengarang kedokteran pertama Islam adalah Ali bin Rabban At-Tabari yang menulis
     Firdaus Al-Hikmah pada 850 M.
            Setelah At-Tabari, lahir ratusan dokter dan ilmuwan kedokteran Islam seperti Jabir bin Hayyan
     dan Ibnu Sina.

3. Perkembangan Ilmu Astronomi ( Ilmu Falak )
            Ilmu ini mempelajari benda langit, seperti matahari, bulan dan bintang. Pendeta Kerajaan
     Babylonia di tahun 3.000 SM menemukan 12 gugusan bintang. Mereka menganggapnya sebagai
     lingkaran. Tiap gugusan bintang akan berlalu setelah 30 hari. Penemuan mereka melahirkan ilmu
     geometri, ukur, hitung dan matematika. Dengan menghitung jalannya bulan dihasilkan hari dan
     menghitung jalannya matahari dihasilkan tanggal, bulan serta tahun. Dengan demikian, muncul ilmu
     penanggalan.
            Ilmu astronomi dikembangkan ilmuwan muslim karena berkaitan erat dengan pelaksanaan
     beberapa ketentuan agama Islam, diantaranya waktu shalat wajib, penentuan arah kiblat dan
     penentuan awal bulan.
            Seorang ilmuwan astronomi muslim yang terkenal kala itu adalah Muhammad bin Musa Al-
     Khawarizmi ( 780-850 M ). Pada tahun 825 M ( Masa pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun ), ia
     mengarang buku berjudul Muktasar fi Hisab Al-Jabi wa Al-Muqabalah di Baghdad. Buku tersebut
     menjadi rujukan Robert Chester dan diterjemahkan dalam bahasa Latin dengan judul Liber Algebras
     et Almurcabola.
        Pengaruh Islam (Arab) dalam ilmu astronomi terlihat jelas dalam nama gugusan bintang yang
     berasal dari bahasa Arab.
No.
Nama Gugusan Bintang
Nama Arab
Arti
1
Mirfaq
Mirfaq
Siku
2
Markab
Marqab
Kendaraan
3
Kochab
Kaukab
Bintang
4
Betelgeuse ( Alpha Orions )
Bait Al-Jauza’
Rumah Kembar
5
Diphda
Difda’
Katak
4. Berdirinya Baitul Hikmah
            Berdirinya Baitul Hikmah merupakan usaha Khalifah Al-Ma’mun yang mengembangkan ilmu
     tanpa kenal lelah. Ia menggalakkan usaha penerjemahan terhadap karya dari bahasa Yunani dan
     Suriah ke dalam bahasa Arab di bidang kedokteran, astronomi, matematika dan filsafat.
            Baitul Hikmah memiliki perpustakaan lengkap. Di dalamnya terdapat ruang baca dan tempat
     tinggal para penerjemah.
            Dengan adanya Baitul Hikmah, Baghdad menjadi pusat paling besar dalam dunia
     pengetahuan. Masa selanjutnya, lembaga ini semakin semarak. Hal ini menjadi tanda bangkitnya
     kekuatan timur hingga runtuhnya Baghdad tahun 1258 M.

5. Tokoh Ilmuwan Muslim
     A. Al-Kindi ( 801-869 M )

            Al-Kindi dikenal sebagai filsuf muslim pertama. Selain sebagai penerjemah, Al-Kindi juga
         menyimpulkan karya-karya filsafat Heleneisme. Al-Kindi merupakan pemikir muslim pertama
         yang menyelaraskan filsafat dan agama. Al-Kindi memandang filsafat sebagai ilmu yang mulia, ia
         melukiskan filsafat sebagai ilmu dari segala ilmu dan kearifan dari segala kearifan.
            Karya Al-Kindi berjumlah ± 270 buah yang kebanyakan adalah risalah pendek yang sudah tak
         ditemukan lagi. Karya tersebut banyak diterjemahkan dalam bahasa Latin dan Eropa.

     B. Al-Farabi ( 870-950 M )

            Al-Farabi lahir di Farab dan meninggal di Aleppo ( Suriah ). Nama lengkapnya adalah Abu Nasr
         Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uslag Al-Farabi. Al-Farabi banyak belajar agama,
         bahasa Arab, bahasa Turki dan bahasa Persia. Setelah dewasa, ia pindah ke Baghdad dan
         tinggal selama 20 tahun. Selama di Baghdad, Al-Farabi belajar filsafat, logika, matematika, etika,
         ilmu politik dan musik.
            Al-Farabi juga memiliki karya termasyhur, yakni Al-Jam’u Baina Ra’yi Al-Hakimaini
         (Mempertemukan dua pendapat filsuf, Plato dan Aristoteles) dan ‘Uyun Al-Masail (Pokok-pokok
         persoalan).

          Dalam hal filsafat kenegaraan, Al-Farabi membagi negara menjadi lima bentuk sebagai berikut;
          1. Negara Utama ( Al-Madinah Al-Fadilah )
              Negara ini adalah negara yang penduduknya berada dalam kebahagiaan. Bentuk negara ini
              dipimpin oleh para nabi dan dilanjutkan para filsuf.
          2. Negara Orang-Orang Bodoh ( Al-Madinah Al-Jahilah )
              Negara orang-orang bodoh adalah negara yang penduduknya tak mengenal kebahagiaan.
          3. Negara Orang-Orang Fasik ( Al-Madinah Al-Fasiqah )
              Negara ini adalah negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, tetapi tingkah laku                       mereka sama dengan penduduk negara orang-orang bodoh.
          4. Negara Yang Berubah-Ubah ( Al-Madinah Al-Mutabaddilah )
              Penduduk negara ini awalnya memiliki pikiran yang sama seperti penduduk negara utama,                     tetapi mengalami kerusakan.
          5. Negara Sesat ( Al-Madinah Ad-Dallah )
              Negara yang pemimpinnya menganggap dirinya mendapat wahyu, yang kemudian ia
              menipu banyak orang dengan ucapan dan perbuatannya.

     C. Ar-Razi ( 865-932 M )

            Ar-Razi adalah seorang dokter dan filsuf besar pada zamannya. Ar-Razi lahir dan meninggal di
         Ray. Setelah mempelajari matematika, astronomi, logika, sastra dan kimia, ia memusatkan
         perhatiannya pada kedokteran dan filsafat.
            Kesungguhannya belajar, meneliti dan menulis sangat luar biasa. Ia pernah menulis lebih dari
         20.000 lembar kertas dalam setahun. Karyanya mencapai 232 buku atau risalah dan kebanyakan
         dalam bidang kedokteran.
            Karya tulis terbesarnya adalah Al-Hawi, sebuah ensiklopedi kedokteran yang berjumlah 20 jilid.
         Buku itu mengandung ilmu kedokteran Yunani, Arab dan Suriah yang ditulis dari penelitiannya
         sendiri. Buku tersebut diterjemahkan dalam bahasa Latin pada tahun 1279 M. Sejak saat itu,
         buku tersebut dipakai rujukan universitas-universitas Eropa hingga abad 17 M. Bukunya yang lain
         adalah Fi Al-Judari wa Al-Hasbat. Buku itu membahas penyakit campak dan cacar.

     D. Ibnu Sina ( 980-1037 M )

          Ibnu Sina memiliki nama asli Abu Al-Husain bin Abdullah. Ia dilahirkan di Afsyanah, Bukhara
          dan meninggal di Hamdan. Ia merupakan seorang dokter dan filsuf Islam ternama. Di barat, ia
          dikenal dengan nama Avicenna.
          Profesinya di bidang kedokteran dimulai di usia 17 tahun ketika ia berhasil menyembuhkan
          Nuh bin Mansyur, salah seorang penguasa dinasti Samaniyah. Di masa Dinasti Hamdani, ia
          menjabat dua kali sebagai menteri. Di bidang filsafat, Ibnu Sina digelari Syaikh Ar-Ra’is (guru
          para raja) dan di bidang kedokteran ia digelari pangeran para dokter.
            Ibnu Sina meninggalkan lebih dari 200 karya tulis. Kebanyakan tulisan itu menggunakan
         bahasa Arab, sedangkan sebagian lain mengggunakan bahasa Persia. Buku-bukunya yang
         terkenal antara lain ;
         1. Asy-Syifa’ (Penyembuhan)
         2. Al-Qanun fi Tibb (Peraturan dalam Kedokteran)
         3. Al-Isyarat wa At-Tanbihat (Isyarat dan Penjelasan)
         4. Mantiq Al-Masyriqiyyin (Logika Timur)

     E. Ibnu Maskawaih ( 941-1030 M )
            Ibnu Maskawaih memiliki nama lengkap Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Ya’kub bin
         Maskawaih. Ibnu Maskawaih terkenal sebagai ahli sejarah dan filsafat. Selain itu, ia juga seorang
         moralis, penyair dan ahli kimia.
            Beberapa karya tulisnya yang masih ada sampai saat ini adalah ;
         1. Al-Fauz Al-Akbar (Kemenangan Besar)
         2. Al-Fauz Al-Asgar (Kemenangan Kecil)
         3. Tajarib Al-Umam (Pengalaman Bangsa-Bangsa)
         4. Uns Al-Farid (Kesenangan Tiada Tara)
         5. Tartib As-Sa’adah (Tentang Akhlak dan Politik)
         6. As-Siyas (Tentang Aturan Hidup)
         7. Jawidan Khirad (Kumpulan Ungkapan Bijak)
         8. Tahzib Al-Akhlaq (Pembinaan Akhlaq)
         Pemikiran filosofis Ibnu Maskawaih yang ditunjukkan pada etika dan moral ditunjukkan dalam tiga
         bukunya, yaitu Tartib As-Sa’adah, Tahzib Al-Akhlaq, dan Jawidan Khirad.

     F. Al-Gazali ( 1058-1111 M )
            Al-Gazali lahir di Kota Gazalah, sebuah kota kecil dekat Tus, Khurasan. Nama lengkapnya
         adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad at-Tusi al-Gazali. Al-Gazali adalah seorang
         pemikir, teolog, filsuf dan sufi termasyhur sepanjang sejarah Islam.
            Pendidikan Al-Gazali dimulai dengan belajar Al-Qur’an dari ayahnya sendiri. Sepeninggal
         ayahnya, ia dan saudaranya dititipkan pada Ahmad bin Muhammad ar-Razikani, seorang teman
         ayahnya dan sufi besar. Dari ar-Razikani, Al-Gazali belajar ilmu fikih, riwayat hidup dan
         kehidupan spiritual para wali. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke Jurjan dan berguru
         kepada Imam Abu Nasr Al-Isma’ili. Beberapa tahun kemudian, ia hijrah ke Nisabur dan
         memasuki Madrasah Nizamiyah. Di sana, ia berguru pada Imam Haramain al-Juwaini.
            Di Nisabur, ia menulis hampir 100 buku tentang teologi, fikih, tasawuf, filsafat, akhlak dan
         autobiografi dalam bahasa Arab dan Persia. Bukunya yang terkenal antara lain Maqasid Al-
         Falasifah (Tujuan Para Filsuf) dan Tahafut Al-Falasifah (Kekacauan Para Filsuf).


     G. Jabir bin Hayyan ( 721-815 M )

            Jabir bin Hayyan lahir di Tus dan meninggal di Kufah. Jabir bin Hayyan merupakan seorang
         ahli kimia yang termasyhur. Di barat ia dikenal dengan nama Geber, dan dikenal sebagai “The
         Father of Modern Chemistry”. Ia dekat dengan keluarga Khalifah Bani Abbasiyah di Baghdad
         karena hubungan baiknya dengan keluarga Barmak. Namun, seiring tersingkirnya keluarga
         Barmak pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid, ia ikut menyingkir ke Kufah hingga wafat.
            Selain ilmu kimia, Jabir bin Hayyan juga menulis tentang logika, matematika, kedokteran dan
         fisika. Karya tulisnya berjumlah 80 buah dan banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Di
         antara karya tulisnya adalah At-Tajmi’ dan Az-Zi’biq asy-Syarqiy.

Sumber Referensi dan Gambar;
Loso, dkk, 2011. Pendidikan Agama Islam untuk SMP Kelas IX. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional.
Prabandani, Sri dan Siti Masruroh, 2011. Pendidikan Agama Islam 2 untuk Kelas VIII SMP. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam
http://mochamadfahmi.blogspot.com/2013/08/2-kandungan-surah-al-mujadalah58-11.html
http://www.zulfanafdhilla.com/2013/09/biografi-zakariya-ar-razi-sang-kimiawan.html
https://mgmpkimia.wordpress.com/tokoh-kimia/jabir-ibn-hayya/
Google Images

2 comments:

  1. Not bad Dudes...Hope this website can be useful for other people from other countries in the world...And this very Importants...Follow, likes, or comment on my website hayyurafigovernment.blogspot.com ....Thanx..

    ReplyDelete